nusakini.com--Sekjen Kemenag Nur Syam mengatakan bahwa potensi wakaf di Indonesia sangat besar. Karenanya, wakaf bisa menjadi instrument pemberdayaan atau pengembangan masyaratakat, khususnya di bidang ekonomi.  

“Rencana Strategis Kementerian Agama, salah satunya adalah meningkatkan potensi ekonomi umat melalui lembaga-lembaga keagamaan. Dengan demikian, sebenarnya keberadaan wakaf dan termasuk juga zakat, infaq dan shadaqah menjadi medium penting di dalam pemberdayaan ekonomi umat,” demikian penegasan Nur Syam saat menjadi narasumber pada Sosialisasi dan Penguatan Pengelolaan Wakaf, di Bengkulu, Minggu (22/05). 

Kegiatan yang diselenggarakan oleh Direktorat Pemberdayaan Wakaf Ditjen Bimas Islam ini diikuti oleh seluruh jajaran pejabat di Kanwil Kementerian Agama Provinsi dari seluruh Indonesia. Acara ini dimaksudkan untuk menyamakan wawasan dan persepsi mengenai pengelolaan wakaf di seluruh Indonesia. 

“Keberadaan wakaf, zakat, infaq dan shadaqah merupakan bagian tak terpisahkan dari fungsi lembaga-lembaga agama untuk dikembangkan menjadi potensi pemberdayaan ekonomi umat,” tutur Nur Syam.  

Menurutnya, potensi wakaf untuk pemberdayaan ekonomi umat sangat besar. Selain jumlah tanah wakaf yang besar, potensi wakaf dalam bentuk uang atau wakaf tunai juga tidak kalah besar. Besarnya tanah wakaf yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia bisa menjadi kekuatan raksasa untuk membangun ekonomi. “Jadi, ada potensi tersembunyi yang belum termanfaatkan secara maksimal,” kata Nur Syam. 

Akan hal ini, Nur Syam menyayangkan pemberdayaan potensi wakaf belum dilakukan secara optimal. Indikasinya, lanjut Nur Syam, meski potensinya besar, namun tingkat capaian wakaf uang hanya kira-kira 5% – 6% saja. Diakui mantan Rektor IAIN Surabaya ini bahwa kondisi seperti ini juga tidak terlepas dari rendahnya kesadaran masyarakat untuk berwakaf, baik uang maupun benda tidak bergerak. Namun demikian, harus diakui pula bahwa wakaf tunai yang berhasil dihimpun juga belum secara maksimal didayagunakan untuk kepentingan produktif.  

“Ke depan harus dipikirkan bagaimana membangun manfaat wakaf uang untuk investasi jangka panjang, misalnya penguatan pendidikan atau penguatan usaha di kalangan masyarakat,” harap Nur Syam.  

Wakaf harta tidak bergerak juga masih terlilit problem sertifikasi yang belum tuntas. Sampai saat ini, masih banyak tanah wakaf yang tidak bersertifikat dan pada akhirnya kemudian menuai masalah hukum. Menurut Nur Syam, ada sejumlah orang yang menuntut dikembaikannya tanah wakaf kepada ahli waris disebabkan tanah wakaf tersebut belum diserfikatkan. Di sisi lain, tanah wakaf kebanyakan idle atau tidak didayagunakan untuk kepentingan yang lebih luas.  

“Diversifikasi usaha yang dilakukan Nadzir terkait dengan wakaf belum memberikan dukungan yang memadai untuk kepentingan pemberdayaan ekonomi umat. Akibatnya, produktifitas tanah wakaf rendah,” tandas Nur Syam. 

Pola pengelolaan wakaf secara konvensional harus segera diubah dan itu harus didukung SDM yang andal sehingga didukung data akurat dan teknologi IT yang memadai. Di hadapan penanggung jawab pengelolaan wakaf di Kanwil Kemanag seluruh Indonesia, Nur Syam meminta agara pengelolaan wakaf ke depan sudah menggunakan manejemen modern.  

“Sudah bukan saatnya wakaf dikelola dengan cara-cara atau manajemen apa adanya atau manajemen tradisional. Para pengelola wakaf harus memiliki visi dan misi pengembangan manfaat wakaf berbasis pada pemikiran modern, di mana basis data, IT dan SDM yang mengelolanya memiliki kapasitas yang memadai,” pesan Nur Syam.  

Sebagai contoh, Nur Syam menyebut model pengelolaan wakaf di Malaysia, Singapura dan Mesir yang dilakukan dengan baik sehingga bisa dilakukan diversifikasi kemanfataannya. “Al Azhar University di Mesir adalah lembaga pendidikan yang digerakkan melalui wakaf yang diversifikatif,” tandasnya. (p/ab)